Oleh : Wanti
IDISICOM – Sekarang ini banyak tempat wisata yang baru di buka. Antusias masyarakat untuk datang ke tempat-tempat wisata sangatlah tinggi, apalagi pada saat liburan sekolah, liburan lebaran, dan saat weekend.
Di kutip dari republika.co.id, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif(Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menargetkan 6.000 desa wisata selama tahun 2024 (Ahad,18/2/2024) di Sentul Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Disebutkan, dari 80 ribu lebih desa di indonesia terdapat 7.500 desa yang memiliki potensi wisata.
Saat ini, negara terlihat fokus pada sektor pariwisata untuk meningkatkan pendapatan negara, namun seolah tidak memerhatikan potensi yang lain yang justru lebih potensial dijadikan sebagai sumber pendapatan negara semisal sumber daya alam negeri ini yang melimpah.
Jangan sampai, menjadikan masyarakat Indonesia mandiri dan produktif hanya di jadikan alasan untuk membuka tempat wisata. Padahal sebenarnya, terdapat segelintir orang yang mendapat keuntungan yang besar dari pembangunan desa wisata ini, yaitu para kapital/pemilik modal. Jika begini, masyarakat sebenernya hanya di jadikan alasan untuk membangun desa wisata, demi keuntungan para investor.
Perlu diingat, pembangunan desa wisata ini akan berdampak kepada masyarakat sekitar, semisal sampah-sampah yang akan bertatambah banyak, ketersediaan air bersih berkurang, dan jalan-jalan akan cepat rusak karena banyak yg menggunakan jalan. Selain itu, juga akan memberi penyakit sosial akibat kebiasaan buruk yang dibawa oleh para wisatawan seperti pergaulan bebas, minuman beralkohol, hingga pengrusakan alam.
Dalam pandangan Islam, wisata atau tadabbur alam itu hanya sebuah selingan saja, tidak yang harus di jadikan kebiasaan. Islam juga mengatur, pendapatan negara bukan dari pariwisata yang di gencarkan, tapi dari sumber-sumber yang dijelaskan oleh dalil syariat.
Kaum muslimin sering menganggap bahwa sumber pendapatan dalam Islam hanya dari zakat saja. Padahal selain zaka, dalam kitab Al-amwal disebutkan, bahwa sumber pendapatan negara terdiri dari 12 pos diantaranya dari harta kepemilikan umum.
Harta kepemilikan umum adalah harta yang ditetapkan kepemilikannya oleh Allah dan Rasul-Nya bagi kaum muslimin dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama kaum muslimin. Individu boleh mengambil manfaat dari harta tersebut, namun dilarang memilikinya secara individu. Termasuk harta ini adalah aneka barang tambang, sumber air yang melimpah, dan hutan.
Indonesia sebagai negeri yang luas dan kaya akan sumber daya alam, memiliki potensi yang sangat besar yang dapat menjadikan kas negara menjadi gemuk.
Selain itu, sumber pendapatan negara yang lain adalah Anfal, ghanimah, fa’i, dan khumus, serta kharaj, jizyah, harta milik negara, harta usyr, harta haram dari penguasa, khumus dari barang temuan, harta yang tidak ada ahli warisnya, harta orang-orang murtad, dan dharibah.
Disinilah peran negara sangat dibutuhkan untuk mengelola sumber pendapatan negara secara tepat, sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya. Nabi SAW bersabda yang artinya:
“Imam(kepala negara)adalah raa’in(pengelola urusan umat), dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas pengelolaannya”
Redaksi***